- Get link
- X
- Other Apps
Sebagai awalan tulisan ini, saya lampirkan data kemiskinan versi BPS ( Badan Pusat Statistik ). Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang (12,49 persen), turun 1,00 juta orang (0,84 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2010 yang sebesar 31,02 juta orang (13,33). Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar. Kemiskinan dipandang BPS sebagai tingkat ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Yang menjadi keheranan saya, jika benar tingkat kemiskinan per Maret 2011 seperti yang dilaporkan pemerintah telah mengalami penurunan, kenapa masih banyak orang-orang baik dewasa, anak-anak bahkan bayi yang masih bergentayangan dijalan atau ditempat-tempat umum yang lebih populer dengan sebutan gelandangan. Memang jika diamati ada yang menjadikan gelandangan itu sebagai profesi dan ada juga yang memang bernasib sebagai gelandangan. Cuma pertanyaan saya jika memang bernasib sebagai gelandangan. Apakah yang bersangkutan telah berusaha mengubah nasibnya untuk menjadi lebih baik? Jika memang sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjadi lebih baik, pertanyaannya kemudian ketika nasib yang mereka usahakan belum juga berubah adalah apakah kita sebagai non-gelandangan sudah memberikan kesempatan kepada mereka untuk berubah ke arah yang lebih baik juga? Jangan-jangan sebagai non-gelandangan, kita yang mempertahankan adanya gelandangan. Sebagai contoh saja, adanya para pengemis yang meminta-minta kita lebih sering memberikan recehan daripada yang lain. Padahal para pengemis itu akan menukarkan recehan tersebut dengan sesuatu barang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya saja nasi bungkus atau air minum. Jadi saya lebih menyarankan kepada siapapun untuk memberikan sesuatu kepada mereka tidak berupa uang melainkan benda, atau tidak memeberikan apapun.
Kembali kepada tingkat kemiskinan. Jika menilik riwayat hidup rosululloh dan para sahabat, akan dijumpai sesuatu yang berbeda dengan saat ini. Jelas berbedalah. Merekakan orang-orang terpilih. Itu mungkin yang muncul dibenak sebagian orang. Namun setidaknya kita bisa menjadikan kisah hidup mereka sebagai tauladan hidup kita. Dalam suatu riwayat seorang raja atau kepala negara yang bernama Umar bin Abdul Aziz, dinegara yang dipimpinnya sangat sulit sekali menemukan orang miskin. Semua orang berkecukupan. Sampai-sampai sangat sulit mencari orang untuk menerima zakat. Bagaimana itu semua bisa terjadi? Kuncinya adalah pada keimanan dan ketakwaan setiap warganya. Warganya memiliki karakter yang kuat. Zakat dikumpulkan dan dikelola oleh orang-orang yang beriman dan bertakwa, sehingga keamanahannya tidak diragukan lagi. Semua orang takut dosa. Semua wajib zakatpun membayarkan zakatnya secara mandiri, penuh kesadaran diri tanpa paksaan. Para pemberi zakatlah yang mencari-cari penerima zakat maupun pengelola ( amil ) zakat. Dibandingkan dengan di negara kita tercinta, Sungguh sangat bertolak belakang. Para amil zakat rela berpanas-panas, hujan-hujanan, untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang yang wajib membayar zakat. Pengelolaan zakat yang tepat maka akan sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Mungkinkah negara ini bisa terbebas dari kemiskinan lewat zakat? Jika masih ada orang-orang yang belum berkarakter. Seorang yang berkarakter akan sangat sadar bahwa dibagian harta yang mereka miliki ada bagian atau hak orang lain yang harus ditunaikan. Yaitu zakat. Jadi langkah pertama yang harus dilakukan untuk mewujudkan negara ini bebas kemiskinan adalah menanamkan karakter pada semua orang. Seseorang yang berkarakter ketika dia mendapatkan harta berlebih maka akan sangat sadar bahwa dia wajib membersihkan hartanya melalui zakat. Seorang yang berkarakter saat dia kekurangan harta maka ia akan bersabar dan tetap berusaha, namun dia tidak akan memutuskan diri menjadi peminta-minta alias gelandangan. Demikian juga jika seseorang yang berkarakter ia diberikan kepercayaan untuk menjadi amil zakat, dia akan melakukan tanggung jawabnya dengan amanah walau tanpa pengawasan dari orang lain, karena dia sudah merasa cukup dengan diawasi oleh Dzat yang menggenggam nyawanya, Tuhan.
Pertanyaannya sekarang siapakah yang bertanggung jawab untuk menanamkan karakter? Apakah psikolog, guru BK, atau siapa? Yang paling bertanggung jawab dengan penanaman karakter adalah setiap orang. Setiap orang bertanggung jawab untuk menanamkan karakter terutama kepada dirinya sendiri dan minimal keluarganya. Jika setiap orang sadar akan hal ini, maka tidaklah mustahil mendapatkan negara ini dipenuhi dengan orang-orang yang berkarakter. Juga bukan menjadi hal yang mustahil memimpikan negara yang dipenuhi orang-orang yang sadar zakat. Berangkat dari sini maka tidak mustahil pula memimpikan negara tercinta ini bebas dari .kemiskinan, penyakit negeri ini yang belum sembuh juga karena salah treatment. Jika negeri ini sudah berisi orang-orang berkarakter, maka tidak mustahil akan menjadi negeri yang pernah dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz.
Sumber tulisan :
Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2011. http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul11.pdf, 27 Juli 2011
Sumber tulisan :
Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2011. http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul11.pdf, 27 Juli 2011
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment